Warta Polri, Jakarta – Tiga perusahaan besar, yaitu PT Maja Safira, PT Interjaya Corpora, dan PT Arkha Tanto Prima, tengah menjadi sorotan setelah gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada kreditor mereka pada bulan Januari. Parah investor sudah jenuh dengan sikap terhadap surat penundaan pembayaran atas perubahan tersebut, ucap Hendra Gunawan, SH ( Kuasa Hukum H.Jamak Sari (investor).
Beberapa perusahaan kini telah mengajukan rencana homologasi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Namun, proses ini menuai kontroversi akibat dugaan manipulasi aset dan permainan di balik upaya penyelesaian utang tersebut.
Bahkan PT. INTERJAYA CORPORA telah kembali menerbitkan surat skema pembayaran Repo yang akan melakukan skema cicilan sesukanya Tampa kesepakatan dengan pihak nasabah lainnya, hal tersebut jelas dilarang oleh hukum dimana setiap skema terbit harus ada kepastian hukum nya, bukan semena – mena menerbitkan, jelas Hendra Gunawan,S.H ( kuasa hukum nasabah ).
Total utang yang melibatkan ketiga perusahaan emiten tersebuti dilaporkan mencapai lebih dari puluhan milyar, dengan puluhan kreditor yang terlibat, termasuk vendor, dan mitra bisnis. Namun, kreditor mulai mempertanyakan transparansi laporan keuangan yang diajukan, terutama terkait aset yang diduga dialihkan atau dimanipulasi sebelum proses pengajuan homologasi.
Sementara itu, PT Arkha Tanto Prima diduga menjalin kesepakatan dengan kreditor tertentu untuk mendapatkan suara mayoritas dalam sidang homologasi. Hal ini dikhawatirkan akan mengabaikan kepentingan kreditor kecil. “Kami melihat pola yang sama: kreditor kecil diminta untuk mengalah, sementara kreditor besar yang dekat dengan perusahaan justru diuntungkan,” kata pengamat hukum ekonomi.
Dalam hal hukum Perusahaan tidak bisa secara sepihak atau sesuka hati menentukan skema pembayaran kepada pemegang saham. Pembayaran kepada pemegang saham, seperti dividen, harus mengikuti aturan yang berlaku, baik berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan (AD/ART) maupun peraturan perundang-undangan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Pembagian dividen kepada pemegang saham harus disetujui dalam RUPS. Semua keputusan terkait skema pembayaran, jumlah dividen, dan jadwal pembayarannya harus disepakati oleh para pemegang saham melalui rapat ini.
RUPS juga memastikan transparansi dalam pembagian keuntungan, sehingga tidak boleh dilakukan sepihak oleh direksi atau manajemen.
- Ketentuan dalam Anggaran Dasar Perusahaan (AD/ART)AD/ART perusahaan biasanya mengatur mekanisme pembagian dividen, termasuk persentase laba bersih yang akan dibagikan kepada pemegang saham.Jika ada perubahan skema, maka harus dilakukan melalui amandemen AD/ART dan persetujuan pemegang saham.
- Keseimbangan dengan Kewajiban Perusahaan Sebelum membagikan dividen, perusahaan harus memastikan bahwa pembagian tersebut tidak mengganggu operasional perusahaan, seperti pembayaran utang atau kewajiban lainnya. Dalam banyak yurisdiksi, termasuk Indonesia, pembagian dividen hanya dapat dilakukan jika perusahaan memiliki laba bersih dan cadangan wajib sesuai Pasal 70 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
- Hak Pemegang Saham Minoritas Pemegang saham minoritas memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil. Jika perusahaan bertindak sewenang-wenang, mereka dapat menggugat melalui jalur hukum berdasarkan perlindungan hak mereka.
- Sanksi jika Tidak Sesuai Aturan Jika perusahaan melakukan pembayaran kepada pemegang saham secara tidak adil atau melanggar ketentuan RUPS, pemegang saham lain dapat menggugat perusahaan atau direksi melalui pengadilan.
Apabila perusahaan Anda menghadapi masalah ini, penting untuk mengacu pada AD/ART, mencatat keputusan RUPS.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Dengan Nomor Perkara: 1244/Pdt.G/2024/Pdt.JKT.SEL telah menjadwalkan sidang yang turut mengugat Desy Agita (Sebagai team pemasaran), PT OCBC Sekuritas Indonesia pada pekan mendatang dan dalam gugatan tersebut Penggugat memerintahkan ketiga perusahaan untuk menyerahkan dokumen aset dan kewajiban secara lengkap.
Publik dan para investor lain kini sedang merencanakan gugatan kolektif bersama – sama kepada ketiga perusahaan tersebut, tetapi juga menjadi ujian bagi sistem hukum dalam memastikan penyelesaian utang berjalan sesuai aturan dan tanpa penyalahgunaan. Kasus ini juga diharapkan menjadi pelajaran penting bagi dunia bisnis di Indonesia untuk lebih menjaga integritas dan transparansi.
Beberapa nasabah melalui kuasa hukum masing – masing akan mengirimkan surat kepada Otoritas Jasa Keuangan dan meminta rekomendasi tertulis melalui Deputi Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, Bursa Karbon OJK, perihal pengawasan perusahaan emiten yang bermasalah, apakah perusahaan dimaksud memiliki persyaratan lengkap yang diatur dalam (inicial Public offering/ IPO) atau apakah ada terindikasi lainnya. ( Tim )